Kampong Batik Jadi Kenangan Indah
Semarang | Indonesia Berkibar News - Kampong Batik. Masuk ke Gang Kampong Batik, yang juga disebut Kampong Djadul ada kenangan tersendiri. Kenangan indah. Berada di sana , diri berasa berada dalam sebuah taman. Taman yang dipenuhi aneka tanaman hias, bunga bunga . Keadaannya, sangat tenang. Dimana yang namanya kebisingan. Pada hal letak Kampong Batik, berada di daerah jalan raya yang padat dengan arus lalu lintas. Pada dinding dinding tembok terlihat dilukis dengan gambar pewayangan.
Ketua RW/RT Dwi Kristiyanto bilang, bahwa memang beginilah keseharian dari warganya. Wanita pembatiknya "sembunyi" di rumah masing masing, asyik "memainkan jemarinya membatik". Sedangkan prianya punya kesibukan di luar rumah mencari nafkah.
Wanita di Kampong Batik, tak terbiasa dengan "bertandang" ke rumah tetangga. Namun, keharmonisan tetap terjaga dengan silaturahmi bila ada pengajian, helat perkawinan dan kemalangan (meninggal dunia).
Dwi bilang di Kampong Batik ada 25 warga pembatik. Produksi batik cukup berkualitas. Batik canting/batik tulis sangat diminati pengunjung Kampong Batik.
" Produk batik Kampong Batik tidak di pasarkan keluar, tapi pengunjung langsung bertransaksi kepada pembatik. Tidak pakai perantara. Sehingga baik pembeli dan pembatik bisa tawar menawar," ujar Dwi.
Luas Kampong Batik tak begitu luas. Namun, adanya industri rumah tangga/membatik menjadi Kampong Batik menjadi terkenal. Selain itu, tak dapat dipungkiri bahwa lokasinya ditata sedemikan rupa sehingga memberi daya tarik bagi pengunjung, selain mengeluarkan uang untuk membeli hasil kerajinan "anak bangsa" Indonesia tersebut. Warganya begitu patuh terhadap ketentuan yang berlaku dari pemimpin warganya (RW/RT).
Sekaitan itu pula lah Kampong Batik, menjadi aman dari tindak kriminalitas maling sejak tahun 2016, Kampong Batik aman tenteram. Tidak ada narkoba di sini," kata Dwi.
Namanya "omak -omak" tak terkecuali prianya pun "menukarkan" rupiah masing masing dengan batik untuk di"persembahkan" kepada orang orang dicintai di Medan.
Tentu saja, kesempatan baik ini dimanfaatkan beberapa wartawati belajar membatik dengan canting diatas kertas sudah dilukis dibayar Rp.30.000/lembar, dan selanjutnya lukusian batik itu diberi warna kesukaan masing masing di arena lain yang dipandu oleh seorang lelaki. Tigapuluh ribu rupiah.
Dalam suasana membatik, terdengar dari pengeras suara lagu lagu perjuangan, "selendang sutra, sepasang mata bola", kenangan indah tak hanaya tentang Kampong Batik, dan juga kenangan terhadap para pejuang Kemerdekaan RI merebut negeri ini dari penjajahan.
Di Kota Medan, ada juga Batik Medan milik Hj. Maharani Eldin , besar kemungkinan batik Medan, akan mengikuti jejak Kampong Batik, sehingga Medan pun bisa "berkibar" di kota yang dipimpin sang suami Hj.Maharani.(bundo)
teks: Bu Rina asyik mewarnai.Penulis pun tak mau ketinggalan mejeng
Posting Komentar