Semarang |Indonesia Berkibar News - Hati terasa tenang, mata pun nyaman . Betapa tidak !. "Kampong Batik" yang dikunjungan rombongan wartawan Pemko Medan dipimpin pasangan Haji Tengku Dzulmi Eldian dan H.Akhyar Nasution . Kampong Batik terletak di salah satu kawasan inti kota Pemko Semarang, yang cukup ramai lalu lintasnya. Namun, tak terdengar kebisingan dari suara suara warga bermukim di sana. Rumah warga dengan cat dinding warna warni di tambah lagi dengan tanaman hias berbagai jenis. Asri.
Dengan dipandu guide Semarang bapak Roni dan Hartoko Edo, rombongan diterima oleh bapak Dwi Kristiyanto dalam kapasitas Ketua RW,RT Kampong Batik. Dia bilang di Kampong Batik ada 25 pengrajin batik cantingan. Kampong Batik plus pengrajinnya untuk melestarikan budaya yang merupakan salah satu dari budaya yang cukup banyak di negeri tercinta Indonesia.
" Kampong Batik dengan pengrajin batik tujuan utamanya adalah untuk melestarikan budaya Jawa sehingga generasi penerus tetap menjaga budayanya. Tak tergerus oleh masuknya budaya asing", tutur lelaki cukup ramah.
Kalau ada produksi sudah barang tentu ada pula pemasarannya. Kemana saja produk batik cantingan itu di pasarkan. Pengrajin cukup duduk manis di rumah batiknya menanti pembeli. Karena Kampong Batik sudah banyak dikenal baik lokal mau pun pengunjung luar daerah. Pembeli langsung datang kepada pengrajin batik di Kampong Batik.
" Pengrajin tidak memasarkan ke luar misalnya ke toko , sebaliknya pengunjung yang datang ke Kampong Batik langsung bertemu pengrajin mengadakan transaksi. Yah, seperti rombongan wartawan dari Medan. Kan, masing masing telah membawa oleh-oleh batik dari Kampong Batik. Bahkan, sekaligus bisa belajar membatik cantingan," ujarnya dengan melontar senyum..
KESADARAN WARGA
Dari "gelap timbullah terang", sang Ketua RW,RT Dwi bercerita singkat, tapi bagi penulis sungguh patut diacungkan "jempol-salut". Beralih dari cerita batik kepada peran , kesadaran warga Kampong Batik yang juga disebut "Kampong Djadul", dalam cerita singkat tentang peran warga .
Menurut Dwi, Kampong Batik diwarnai bukan hanya batiknya, tapi banyaknya kejahatan kriminilitas dilakukan sejumlah orang . Karena, kawasan itu belum ada penerangan listrik.
" Warga kami tak tinggal diam , kami mencari upaya antara lain dengan bermohon kepada PLN. Maka setelah ada penerangan listrik, kam[ong Batik pun seperti sekarang tenang, nyaman. Yah, "habis gelap terbitlah terang", Kampong Batik sejak tahun 2016 sudah menjadi Kampong Batik, indah, nyaman," imbuhnya.
Dalam kunjungan rombongan wartawan ke Kampong Batik, Kampong Djadul, kami juga terhibur dengan lagu lagu perjuangan melalui pengeras suara dari rumah Kampong Djadul, "Selendang Sutra, Sepasang Matabola"
Di Kampong Batik, tentu saja oleh "omak-omak" tak boleh dilewati begitu saja mereka belajar membatik cantingan diatas kertas dengan motif bunga. Untuk itu bagi yang belajar membatik dengan membayar Rp.30.000/orang, begitu pula untuk mewarnai hasil lukisan bermotif gambar bunga membayar Rp.30.000/orang yang dipandu pengrajin lelaki.
Usai belajar membatik rombongan pun merogoh dompet untuk di "tukarkan" dengan batik sesuai selera. Harganya? cukup terjangkau .Dan, kualitas terjamin gak luntur. Asal jangan direndam rinso, menjemur ditempat teduh. (bundo)
Teks foto : Rina staf Humas Pemko Medan lagi tekun mewarnai batik kertasnya dipandu oleh pengrajin pria
Posting Komentar