DPRD Medan Minta Kenaikan TDL Ditinjau Ulang

3 Maret 2019

Medan | Indonesia Berkibar News - Pengguna listrik mengeluh akibat Tarif Daya Listrik (TDL) yang semakin 'mencekik leher'. Peralihan listrik pascabayar ke prabayar, bukannya memudahkan masyarakat, malah semakin menyengsarakan.

Bagaimana tidak, konsumen tetap diharuskan bayar abodemen selain biaya pemakaian sehari-hari. Masyarakat meminta agar DPRD Medan menyampaikan aspirasi mereka kepada pemerintah dan PLN untuk menurunkan biaya TDL.

Wakil Ketua DPRD Medan Ihwan Ritonga SE menyatakan prihatin atas dilema yang dialami masyarakat Dia juga menyesalkan penetapan pemerintah pusat terkait tarif dasar liatrik yang sangat mahal.

Ihwan pun minta agar tarif listrik ditinjau kembali. “Soal tarif listrik memang itu keputusan pemerintah pusat. Kita pun tidak setuju dengan harga yang melambung,” ujar Ihwan, Minggu (03-03-2019).

Persoalan listrik mahal ini disampaikan sejumlah masyakat. Seperti dikeluhkan Maisaroh, warga Medan Denai, sebelumnya di rumah mereka terpasang meteran listrik dengan besar daya 450 MW. Namun karena ada anjuran dari pihak PLN supaya meteran harus diganti dengan daya lebih besar yakni1300 MW. Maka anjuran PLN pun diikuti.

“Pemakaian atau penggunaan sama saja sejak awal. Tapi pembayarannya sangat mahal. Biasanya cuma Rp 100 ribu, itu pun paling mahal. Tapi sekarang, rata-rata setiap bulan hampir Rp 400 ribu. Pakai tak pakai, biaya abodemen tetap harus dibayar. Masyarakat sangat terbebani,"keluhnya.

Keluhan senada juga dikatakan Suriati, warga Lingkungan 9, Medan Amplas. yang menyoalkan kebijakan PLN mengalihkan listrik dari 450 ke 900. "Listrik kami jadi mahal sejak dialihkan ke 900 watt. Setiap bulan kami harus bayar Rp 300 ribu sampai Rp 400 ribu,"ujar ibu berhijab ini.

Suriati beharap, supaya DPRD Medan memfasilitasi ke pihak PLN dan pemerintah agar dilakukan penurunan TDL. Sebab, listrik merupakan kebutuhan yang sangat mendasar maka perlu kemudahan membantu ekonomi. "Rakyat kecil seperti kami, jangan lah terbebani mahalnya biaya listrik, sama halnya air. Karena itu kebutuhan sangat mendasar. Seharusnya pengusaha yang perlu dibebankan biaya listrik yang mahal,” ujar Suriati sedih.(torong/zul)