Kepala BI Perwakilan Sumut Wiwiek Sisto Hidayat Melauching Sumateranomic.Com Via Zoom Meting

1 Juli 2020


Medan | Indonesia Berkibar News - Kondisi Ekonomi global dan dampak penanggulangan penyebaran Covid-19 menjadi penyebab menurunnya pertumbuhan Ekonomi Indonesia di tahun 2020 yang diprakirakan akan berada di kisaran 0,9 persen- 1,9 persen, dan kembali meningkat pada kisaran 5,0 persen-6,0 persen di tahun 2021 nanti.

Hal ini  disampaikan Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Wiwiek Sisto Widayat saat melauncing Sumateranomic.com via zoom meeting di Medan, Rabu (01-07-2020).

Kegiatan terselenggara  kerjasama dengan Dewan Riset Daerah (DRD) Provinsi Sumut dengan tema “Strategi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Untuk Mendukung Pemulihan dan Percepatan Pertumbuhan Perekonomian Indonesia Dalam Era New Normal ”.

Wiwiek Sisto Widayat  menyampaikan kalau hingga akhir tahun 2020 ini, pertumbuhan ekonomi akan melambat sejalan dengan dampak pandemi Covid-19 yang menyebabkan resesi ekonomi Dunia dan deselerasi domestic demand secara keseluruhan.


“Faktor penahanan pertumbuhan ekonomi tersebut ada di sektor konsumsi rumahtangga dan konsumsi pemerintah, di mana kurang optimalnya Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya terkait pajak terkait usaha pariwisata. Meski demikian, Pemda akan tetap mengoptimalkan realisasi belanja dalam rangka penanganan Covid-19, sehingga perlambatan tidak semakin dalam. Kemudian di sektor investasi dan Lapangan Usaha (LU) konstruksi, net ekspor, pertanian, tambang, industri pengolahan serta LU perdagangan,"papar Wiwiek.

Sedangkan  prospek inflasi tahun 2020, dirinya juga menjelaskan kalau inflasi Sumatera pada akhir tahun 2020 diprakirakan relatif akan melambat dibandingkan dengan tahun 2019. Meski demikian, beberapa komoditas tetap perlu diperhatikan karena tetap akan mengalami kenaikan inflasi terutama rokok dan emas perhiasan.Harga bahan makanan diprakirakan masih mengalami inflasi namun relatif sedikit melambat dibandingkan 2019 seiring kemarau yang normal.

“Risiko  terhadap inflasi yakni transmisi kenaikan cukai dan HJE rokok yang melebihi transmisi historis dapat menyebakan harga berbagai jenis rokok meningkat lebih tinggi lagi. Penyesuaian tarif transportasi online dari penyedia jasa di luar prakiraan sebelumnya dapat menambah tekanan bagi inflasi, Anomali cuaca, khususnya curah hujan dengan intensitas yang lebih tinggi dari historis, berisiko meningkatkan inflasi bahan makanan.Kondisi ekonomi global yang berisiko semakin tidak menentu dapat  menambah tekanan pada inflasi emas perhiasan, “tegas Wiwiek. (torong)