Hasil Penelitian Pusat Riset Kopi dan Kakao Aceh USK di Gayo Didiseminasikan

16 Maret 2022

  




Takengon  | Indonesia Berkibar News -
Pusat Riset Kopi dan Kakao Aceh Universitas Syiah Kuala Banda Aceh pada tahun 2021 yang lalu telah melakukan penelitian tentang Penggunaan Bahan Agrokimia dan Pemanfaatan Limbah Rumah Tangga Pada Daerah Sentra Produksi Kopi Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah. Hasil penelitian yang merupakan kerjasama Pusat Riset Kopi dan Kakao Aceh USK dengan Fair Trade Indonesia tersebut, Rabu (16/03/2022) didiseminasikan dihadapat para pihak terkait di dua kabupaten penghasil utama kopi arabika Gayo yaitu Aceh Tenmgah dan Bener Meriah, bertempat di meeting room Hotel grand Renggali, Takengon.

Hadir dalam acara diseminasi hasil penelitian tersebut, Asisten Administrasi Umum (Asisten 3) Setdakab Aceh Tengah, Arslan Abd. Wahab, SE, MM mewakili Bupati Aceh Tengah, Asisten Administrasi Pembangunan (Asisten 2) Setdakab. Bener Meriah, Drh Sofyan mewakili Bupati Bener Meriah. Selain itu juga hadir perwakilan dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, Dinas Pertanian Aceh Tengah dan bener Meriah, Dinas Perkebunan Aceh Tengah, Masyarakat Perlindungan Kopi Gayo (MKPG), perwakilan koperasi eksportir kopi Gayo dan para pemerhati kopi Gayo.

Asisten 3 Setdakab Aceh Tengah, Arslan Abd. Wahab dalam sambutannya ketika membuka diseminasi ini, menyampaikan bahwa Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah sangat mengapresiasi dilakukannya penelitian ini, karena ini menyangkut keberlangsungan kopi Gayo yang selama ini menjadi penyangga utama perekonomian masyarakat di daerahnya.

"Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah sangat mengapresiasi penelitian yang telah dilakukan oleh Pusat Riset Kopi dan Kakao Aceh ini, hasil penelitian ini sangat penting untuk keberlangsungan kopi Gayo yang kita ketahui telah berperan sebagai penyangga utama perekonomian masyarakat kita" ungkap Arslan.

Arslan menambahkan, pengalaman burut beberapa tahun lalu dimana kopi Gayo pernah ditolak oleh buyer Uni Eropa karena ditengarai mengandung gliphosate melebihi ambang batas keamanan pangan, harus menjadi pelajaran berharga agar tidak terulang pada masa yang akan datang.

Untuk itu Arslan berjanji, pihaknya  akan menindak lanjuti hasil penelitian ini dengan menyiapkan regulasi daerah untuk menjaga eksistensi kopi Gayo di Kabupaten Aceh Tengah, karena menurutnya 90 persen produksi kopi Gayo adalah untuk mengisi pangsa pasar eskpor, jika ekspor terkendala, tentu pemasaran kopi gayo juga akan terhambat, dan itu akan merugikan petani.

"Penelitan apapun tidak akan berarti apa-apa jika tidak ditindak lanjuti oleh pemangku kebijakan, oleh karena ini kami berjanji akan melanjuti hasil penelitian ini melalui regulasi yang bertujuan untuk melindungi petani kopi Gayo" lanjutnya.

Sementara itu Kepala Pusat Riset Kopi dan Kakao Aceh USK, Prof. Dr. Ir. Abubakar Karim, M Sc, dalam paparannya menyampaikan bahwa penelitian yang dilakukan oleh pihaknya mengambil sampel responden petani konvensional dan petani anggota koperasi yang telah terafiliasi dengan Fair Tarde Indonesia dengan menitik beratkan pada penggunaan agrokimia dan pemanfaatan limbah rumah tangga dalam budidaya kopi arabika Gayo di dua kabupaten penghasail utama kopi arabika Gayo.

Abubakar Karim menyampaikan, bahwa berdasarkan hasil penelitian ini, penggunaan agrokimia (bahan kimia untuk pertanian) berupa pupuk maupun perstisida kimia pada petani konvensional yang belum masuk sebagai anggota koperasi Fair Trade, masih sangat dominan, yaitu mencapai lebih dari 70 persen, terutama pada penggunaan herbisida (pembasmi gulma), sementara pada petani anggota koperasi Fair Trade, penggunaannya sudah tidak signifikan karena sudah mengarah kepada budidaya kopi organik sebagai syarat utama untuk masuk ke Fair Trade.

"Petani konvensinal baik di Bener Meriah maupun Aceh Tengah, menurut hasil penelitian ini, masih menggunakan bahan kimia aktif secara masif dalam budidaya kopi, terutama dalam penggunaan herbisida untuk mengendalikan gulma, kondisi ini tentu sangat mengkhawatirkan, karena bisa mengancam keberlangsungan ekspor kopi Gayo" papar Abubakar.

Lebih lanjut Abubakar Karim meminta kepada semua pihak, terutama para penyuluh pertanian untuk turut bereperan aktif memberikan kesadaran kepada petani akan bahaya penggunaan bahan kimia secara terus menerus dalam budidaya kopi serta mendorong untuk pengembangan budidaya kopi secara organik. Sementara kepada para pemangku kebijakan, Abubakar meinta akan dapat segera menerbitkan regulasi-regulasi yang dapat mengatur penggunaan bahan kimia dalam budidaya kopi ini.

"Negara-negara buyer, utamanya di Uni Eropa sudah menerapkan syarat keamanan pangan (food scurity) yang semakin ketat, kita sebagai produsen dan eksportir utama kopi arabika kenagar tersebut, juga harus mematuhi aturan tersebut supaya ekspor kita tidak terkendala, untuk itu mari kita bersama menggugah kesadaran petani akan bahaya agrokimia jika digunakan secara berlebihan dan terus menerus, kita juga harus mendorong petani agar kembali menerapkan pola budidaya kopi organik, dan kepada pemerintah daerah dimohon agar segera menyiapkan regulasi yang terkait dengan hal tersebut" harapnya.

Regulasi yang dimaksudkan adalah berupa Qanun Perlindungan Kopi maupu peraturan kepala daerah yang mengatur penggunaan material kimia dalam budidaya kopi Gayo. Untuk itu, Profesor Abubakar menyatakan pihaknya siap melakukan pendampingan ketika pemerintah daerah akan menyusun regulasi tersebut. (hamdani/ken)