Persidangan Perkara Dugaan Korupsi Dana BOS Dinas Pendidikan Kabupaten Madina

4 November 2022


Medan | Indonesia Berkibar News -
Persidangan Perkara Dugaan Korupsi Dana BOS Afirmasi dan Kinerja TA 2019 pada Dinas Pendidikan Kabupaten Mandailing Natal di PN Tipikor Medan sudah mulai memasuki babak akhir. Hampir sekitar 20an saksi sudah dihadirkan oleh Tim JPU dari Kejari Mandailing Natal. Perdebatan dalam setiap keterangan saksi dan terungkapnya fakta-fakta baru mewarnai hampir di setiap pemeriksaan persidangan yang alot ini, hal ini terbukti dengan Majelis Hakim yang sangat aktif dan antusias dalam menggali fakta-fakta sebenarnya dari Perkara yang menyita perhatian publik ini.

Perkara yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp. 746.687.986,- ini melibatkan 2 (dua) orang Terdakwa yakni, Andriansyah Siregar (AS) dan Rahmad Budi Hasibuan (RBH). Menariknya dalam perkara ini ternyata banyak memunculkan fakta baru dan nama-nama yang diluar dugaan. Beberapa saksi dalam keterangannya sempat memunculkan nama mantan Bupati Mandailing Natal Periode 2016-2021 Dahlan Hasan Nasution, sebagai pihak yang menerima aliran uang dari penyimpangan dana BOS tersebut. Bahkan disebutkan pula salah satu pejabat Polisi dari Polda Sumut yang ikut menerima aliran uang sebagai bentuk suap, dimana sumbernya adalah penyelewengan Dana BOS itu juga. Penyelewengan Dana BOS ini turut melibatkan Kadis Pendidikan Kabupaten Mandailing Natal Ahmad Gong Matua, dengan modus Pinjaman kepada kepala-kepala sekolah penerima Dana Bantuan BOS Afirmasi dan Kinerja.

Menurut Advokat Azhar R. Rivai, SH.,MH, salah satu Penasehat Hukum Terdakwa, mengatakan bahwa perkara ini sebenarnya simple tapi menarik, karena banyak fakta-fakta tersembunyi yang baru terungkap dalam persidangan. Lebih lanjut, “melihat fakta persidangan dimana terurai banyak fakta hukum baru yang melibatkan banyak nama (orang) yang sesungguhnya ikut berperan dalam peristiwa hukum tindak korupsi ini, Kami berharap bahwa Majelis Hakim bisa mengeluarkan penetapan agar nama-nama yang disebutkan tadi menjadi Tersangka/Terdakwa juga, agar Penuntut Umum bisa mengembangkan penyidikan dan mengungkap seluruh pihak yang terlibat, tidak hanya sebatas AS dan RBH saja. Ini penting untuk rasa keadilan bagi masyarakat Madina pada umumnya dan Klien Saya pada khususnya, serta kepastian hukum dalam penanganan perkara ini” papar Azhar.

Masih menurut Azhar, dia mengatakan, “yang menarik juga adalah Keterangan Ahli dari Kantor Akuntan Publik yang ditunjuk oleh Penyidik untuk melakukan penghitungan kerugian negara. Ahli ini saat ditanya oleh Hakim Ketua perihal metode dan pendekatan yang digunakan untuk penghitungan kerugian, dia tidak bisa menjelaskan. Dia ternyata hanya mengambil sample dari 5 (lima) sekolah saja, yakni SMPN 2 Penyabungan, SMPN 3 Kotanopan, SMPN 6 Siabu, SDN 033 Hubaringin dan SDN 034 Pintu Padang Julu, itupun hanya berdasarkan data BAP yang diberikan oleh Penyidik. Sedangkan sekolah-sekolah yang menerima Dana Bantuan BOS Afirmasi dan Kinerja di lingkungan Dinas Pendidikan Mandailing Natal ada sebanyak 115 sekolah. Berdasarkan fakta ini jelas bahwa pemeriksaan kerugian negara yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik tersebut tidak memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang, karena tidak dilakukan secara keseluruhan (menyeluruh). Sangat fatal ini akibatnya, artinya kerugian negara sebagaimana Dakwaan Penuntut Umum menjadi sumir dan tidak legitimate”.

Azhar yang merupakan Penasehat Hukum dari Terdakwa Andriansyah Siregar melanjutkan, “hadirnya fakta hukum baru ini menimbulkan sebuah peristiwa hukum baru, yakni Klien Saya tidak benar telah menyalahgunakan uang sebesar yang didakwakan oleh Jaksa. Karena fakta yang paling shahih dan kuat adalah, Klien Saya hanya menerima aliran dana sebesar Rp. 135.000.000,-, sedangkan sisanya tersebar ke banyak pihak termasuk Kadis Pendidikan Ahmad Gong Matua dan Ex-Bupati Madina Dahlan Hasan Nasution”. Sebagai penutup, Azhar berharap agar Majelis Hakim Tipikor Yang Memeriksa dan Memutus Perkara ini dapat melihat secara jernih, adil dan obyektif sehingga bisa memberikan putusan yang adil dan bijaksana.

Perkara Tindak Pidana Korupsi memang merupakan extra ordinary crime, dan pemberantasan terhadapnya mutlak harus dilakukan. Namun alangkah lebih baik jika dalam prosesnya dapat memberikan pemidaan yang objektif dan memenuhi rasa keadilan. Jangan sampai pihak-pihak yang justru menikmati hasil daripada korupsi tersebut dibiarkan bebas berkeliaran di masyarakat hanya karena Hakim atau Jaksa takut untuk melakukan pengembangan dan penuntasan.(Andreas Surbakti)